Monday, August 23, 2010

Seleksi Timnas Merah Putih

Badan Tim Nasional (BTN) telah mengantongi 48 nama pemain untuk seleksi Timnas Merah Putih. Seleksi digelar di dua kota, untuk wilayah timur telah dilaksanakan tanggal 2–3 Juni 2010 kemarin di Makassar.

Dari 24 pemain yang direncanakan, tiga pemain berhalangan datang. Ketiga pemain tersebut adalah Indonesia, yakni M. Fakhrudin, Ahmad Bustomi dan Benny Wahyudi dari Arema Indonesia. M. Fakhrudin dan Benny batal hadir karena sakit, sedangkan Bustomi melangsungkan pernikahan.

Ketiga pemain tersebut akan ikut seleksi wilayah barat yang akan berlangsung tanggal 6–7 Juni 2010 di Jakarta. Dengan demikian seleksi untuk wilayah barat akan diikuti oleh 27 pemain.

Seleksi dipimpin langsung oleh Alfred Riedl, pelatih asal Austria yang baru saja secara resmi ditunjuk oleh PSSI untuk membesut skuad Merah Putih. Alfred Riedl sudah tak asing lagi bagi pecinta sepak bola Indonesia karena sebelumnya dia adalah pelatih timnas Vietnam.

Alfred Riedl akan didampingi oleh asisten pelatih Wolfgang Pikal, Widodo C. Putro dan Eddy Harto. Di pundak mereka, PSSI menggantungkan harapan prestasi yang selama ini diidam-idamkan, yakni juara SEA Games 2011 dan Piala AFF.

Pemain yang lolos seleksi akan mengikuti Pemusatan Latihan Nasional (Pelatnas) yang rencananya akan dilaksanakan mulai tanggal 14 Agustus hingga 1 Desember 2010.

Ke-48 pemain yang mengikuti seleksi adalah hasil pantauan dari pemandu bakat yang dibentuk oleh BTN. Dari nama-nama tersebut, tidak terdapat empat nama yang selama ini selalu mengisi skuad timnas. Mereka adalah Charis Yulianto dan Isnan Ali (Sriwijaya FC), Ismed Sofyan (Persija) dan Budi Sudarsono (Persib). Berikut daftar lengkap 48 pemain yang dipanggil untuk mengikuti seleksi adalah Jendry Pitoy, Ricardo Salampessy, Boas T. Salossa, Ian Louis Kabes, Imanuel Wanggai, Stevie Bonsapia (Persipura), Kurnia Mega, Ahmad Bustomi, Beny Wahyudi, Irfan Raditya, Mochamad Fakhrudin, Purwaka Yudi, Zulkifli Syukur (Arema), Djayusman Triasdi, Andik Firmansyah (Persebaya), Ambrizal, Arif Suyono, Ferry Rotinsulu, Oktavianus, M. Nasuha, Ponaryo Astaman, Tony Sucipto (Sriwijaya FC), Bambang Pamungkas, M. Ilham, Firman Utina (Persija), Markus H. Maulana, Maman Abdurrahman, Nova Arianto, Eka Ramdani, Atep, Hariono (Persib), Dian Agus Prasetyo, Jajang Mulyana, M. Ridwan, Supardi (Pelita Jaya), Ahmad Sembiring, M. Roby, Hamka Hamzah (Persisam), Saktiawan Sinaga, Yongky Aribowo (Persik), Edy Gunawan, Fery Ariawan (Persiba), Diva Tarkas (PSM), M. Isnaini (PSPS), Danang Wihatmoko (Persijap), Syamsul Arif (Persela), Tantan, Oktavianus Maniani (Persitara).
sumber:http://www.kabarindonesia.com/berita.php?pil=2&jd=Sebanyak+48+Pemain+Ikuti+Seleksi+Timnas+Merah+Putih&dn=20100604111109
Read More...

Friday, August 06, 2010

Lucky Acub Zaenal

Pasang surut perjalanan Arema dalam mengejar prestasi tak bisa dipisahkan dari sosok Lucky Acub Zaenal. Sayangnya, pendiri tim berjuluk Singo Edan itu sementara waktu tidak bisa melihat tim kesayangannya berlaga di tanah air. Saat Arema Indonesia meraih juara Superliga Indonesia  2009/10, Lucky hanya bisa terdiam dan menangis. Bukan karena Lucky Acub Zaenal tak lagi sayang pada Arema, namun ketidakhadirannya itu karena cobaan yang tengah menderanya.

Perjuangan Lucky kini amat berat. Ayah tiga anak (satu dari istri pertama yang sudah dicerai dan dua dari istri kedua) ini harus menata mental untuk lebih menguatkan diri menghadapi cobaan yang dihadapinya. Namun, dengan dukungan dari orang-orang tercintanya, Lucky berjuang menjalani kehidupannya yang gelap.

Melihat penampilannya, sekilas memang tidak ada yang berubah pada sosok Lucky. Kesan penampilan nyentrik masih tetap melekat pada pendiri Arema itu. Mengenakan jaket biru dipadu t-shirt warna senada, Lucky terlihat masih peduli dengan penampilannya. Bahkan, ciri khas anting dari emas putih pun masih menggantung di daun telinga sebelah kirinya.

Barangkali yang membedakan hanya tongkat kecil yang kini selalu setia mendampinginya. Tongkat sekitar setengah meter tersebut yang menjadi temannya ketika dia berjalan.
"Saya tidak pernah mengeluh. Dengan begini artinya Allah masih mencintai saya," ucap Lucky sambil meletakkan tongkat kecilnya sesaat setelah dia duduk.

Lucky lantas melanjutkan ceritanya. Sebelum musibah yang merenggut dua indera penglihatannya itu, dia sebenarnya sudah lebih dulu keluar masuk rumah sakit di Malang. Itu terjadi sekitar pertengahan 2004 saat divonis dokter menderita hepatitis C.

"Hampir 13 kali saya keluar masuk rumah sakit. Kesehatan saya pun sudah dalam pengawasan dokter," katanya seraya mengambil rokok dari balik saku jaketnya.

Biaya pengobatan itu pun sampai tak terhitung berapa besarnya. Namun, rasa syukur masih terus menyelimuti Lucky kala dia mendapatkan kabar jika penyakit yang dideritanya mulai membaik. Berita bahagia itu diterimanya Agustus 2005. Kebagiaan itu tak lama dinikmatinya. Tiga bulan berikutnya, sekitar November 2005, ketabahannya menjalani hidup mulai diuji kembali. Penglihatan sebelah kirinya terasa ada yang ganjil.

"Mata kiri saya tiba-tiba kabur. Saya pun lantas ke dokter, anehnya saya divonis terkena glukoma. Padahal saya tidak memiliki riwayat penyakit diabetes," kata pria yang kini tinggal kawasan Lembah Dieng ini.

Dalam hitungan hari, musibah datang silih berganti. Selang dua minggu, belum hilang rasa penasarannya, Lucky divonis terkena migran. Saat itu juga, mata sebelah kiri yang awalnya masih kabur akhirnya total tak bisa melihat. Lucky Azub Zaenal pun menjalani perawatan medis lebih intensif. Sampai keadaan ekonomi keluarganya porak poranda untuk membiayai pengobatannya.

"Dalam keadaan itu saya masih bisa bekerja, malah saya sempat menyaksikan final Copa Indonesia di Jakarta. Tapi, saat itu penglihatan saya sudah tidak beres. Saya sudah tidak bisa melihat bola, yang terlihat cuma pemain yang berlari-lari," kenangnya.

Ujian tak berhenti di situ. Awal Januari 2006, ganti penglihatan mata sebelah kanannya mengalami gangguan. Yang dia rasakan mirip seperti kejadian mata sebelah kirinya beberapa waktu lalu.

"Untuk melihat kok kabur? Saya sudah mulai cemas. Ada ketakutan yang mulai membayangi saya saat itu," tambahnya.

Upaya pengobatan medis yang ditempuhnya tak membuahkan hasil. Justru satu bulan berikutnya, Februari, penghilatan kanannya menurun drastis. Jarak pandangnya tinggal 25 persen saja. Namun Lucky Acub Zaenal masih bisa melihat sinar, termasuk menyaksikan perubahan siang dan malam. Lalu?

"Sekitar Maret, kedua mata saya buta. Saya pun butuh menata mental menerima keadaan saya. Ini pukulan berat bagi saya," kata Lucky.

Tangis Lucky pun pecah. Dia tampak sekali tak bisa menyembunyikan goncangan hebat yang sedang menimpanya.

"Tapi, anak dan istri saya sangat luar biasa perjuangannya. Keluarga dan orang-orang terdekat saya yang mampu membuat saya bisa bangkit seperti sekarang," ujarnya dengan suara parau.

Dukungan keluarganya terus mengalir. Lucky pun dibawa ke Jakarta untuk menjalani pengobatan. Namun, kepedihannya makin menjadi setelah sekian lama menjalani pengobatan, tapi dokter yang menangani malah menyatakan angkat tangan.

"Yang saya khawatirkan terjadi, kedua mata saya buta. Berat sekali rasanya. Saya harus siap dengan problematika vonis yang diberikan dokter yang menangani saya," ujarnya.

Kami dari penyelenggara Charity Match Garuda Merah vs. Garuda Putih ingin berbuat sesuatu, agar Lucky tetap bersemangat dan tetap memiliki motivasi, agar percaya bahwa penyakitnya bisa sembuh. Walaupun, kata Lucky hanya mujizat yang bisa menyembuhkannya. Mari kita dukung, lahirnya mujizat untuk sang pelopor dan sang pahlawan Arema Indonesia. Lucky Acub Zaenal.

PROFIL Lucky Acub Zaenal

Nama: Lucky Acub Zaenal
Lahir: Malang, 1960
Karier:
    * Pembalap Nasional 1980/90-an
    * Pendiri dan Pengurus Arema (1987-2003)
Sumber : Buku Program "Charity Match Garuda Merah vs. Garuda Putih"
Read More...

Kim Jeffrey Kurniawan

Kim Jeffrey Kurniawan, pemain berusia 20 tahun yang saat ini memperkuat FC Heidelsheim, sebuah klub yang berkompetisi di Verbandsliga Nordbaden Jerman (satu level di bawah divisi 3 Bundesliga).Memang, klubnya saat ini bukanlah raksasa seperti Bayern München. Tapi sebagai lulusan Karlsruher SC, setidaknya Kim merasakan betapa ketatnya persaingan di sebuah negara yang pernah tiga kali juara dunia.Postur tubuhnya tak jauh beda dengan seorang Lionel Messi. Kim Jefry Kurniawan berpaspor Jerman, karena sejak lahir ia terus berdomisili di negeri sang ibunda. Di sana, ia mungkin tak banyak mengenal tentang negara kelahiran ayahnya, terutama tentang sepakbola Indonesia. Maklum saja,Indonesia belum cukup berprestasi di kancah dunia untuk bisa dikenal banyak orang di Barat.

Meski demikian, sejarah kakeknya yang bernama Kwee Hong Sing akan selalu melekat di dalam hati Kim. Ternyata, sang kakek pernah membela Persija Jakarta dan juga tim nasional Indonesia di era 1950-an. Kala itu, Indonesia ditangani seorang pelatih asal Yugoslavia, Antun Pogacnik. Di bawah asuhan Pogacnik, timnas lumayan bersinar. Beberapa hal yang perlu dicatat adalah kesuksesan Indonesia meraih medali perunggu Asian Games 1958, nyaris mengungguli Uni Soviet yang diperkuat Lev Yashin di Olimpiade 1956,
menundukkan Cina di Kualifikasi Piala Dunia 1958, dan menjuarai Piala Merdeka 1961 dan 1962 di Malaysia. Selain itu, Kwee Hong Sing juga mencicipi beberapa gelar bersama Persija.
Biodata Kim Jefry Kurniawan
Nama Lengkap: Kim Jeffrey Kurniawan
Tempat Lahir: Mühlacker (sebuah kota kecil dekat Stuttgart)
Tanggal Lahir: 23 Maret 1990
Tinggi Badan: 167 cm
Berat Badan: 60 kg
Nama Ibu Kandung: Uschi Kurniawan
Nama Ayah Kandung: Petrus Kurniawan


Did You Know?

* Neneknya Kim berasal dari Bandung, sedangkan kakeknya dari Kudus.
* Klub favorit Kim Jefry Kurniawan adalah FC Barcelona dan Bayern Munich.
"Di luar negeri, favorit saya adalah FC Barcelona, karena menurut saya, mereka memainkan sepakbola terbaik di seluruh dunia. Saya suka cara mereka bermain, dengan menerapkan umpan-umpan pendek dengan teknik tingkat tinggi. Kemudian klub favorit saya di Jerman adalah Bayern Munich."
* Pemain favorit Kim Jefry Kurniawan adalah Xavi Hernandez, Cesc Fabregas dan Lionel Messi.
"Mereka semua adalah pemain dengan teknik tinggi, mempunyai visi dan mampu mengendalikan pertandingan. Selain itu, cara mereka mengolah bola dan mengumpan sangat cemerlang, dan mereka juga bagus secara defensif [Xavi dan Fabregas]."
* Makanan favorit Kim adalah salad dengan campuran dada ayam.
"Sedangkan makanan favorit saya dari Indonesia adalah bakmi goreng." [tersenyum]
* Selain sepakbola, Kim Jefry Kurniawan sedang mengambil kuliah jurusan bisnis di Pforzheim.
"Ini akan menghabiskan waktu tiga tahun lagi dan saya akan mendapatkan ijazah. Selain itu, saya senang bergaul dengan teman-teman saya dan juga mencintai musik. Favorit saya adalah musik aliran R&B dan soul."
* Kim sudah ke Indonesia sebanyak tiga kali (tahun 2001, 2007, dan 2009).
"Semua saudara dari ayah tinggalnya di Indonesia, jadi kami sering mengunjungi mereka. Selain itu, kami berlibur ke Bali yang menurut saya adalah tempat terindah di dunia. Terdapat beberapa pengalaman penting di sana, karena kehidupan di Jerman sangat berbeda dengan gaya hidup di Indonesia. Semua orang sangat baik dan bersahabat di Indonesia, dan hal seperti ini sangat menyenangkan.
* Bersama Karlsruher SC, Kim Jefry Kurniawan pernah mencicipi gelar Sauerland Cup, sebuah kejuaraan handball di Jerman.
Read More...